Foto dan narasi: Wisnu ASA Ajisatria
Nyadran atau Sadranan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa sebelum datangnya bulan Ramadhan ( ‘Sasi Pasa’); biasanya pada Bulan Sya’ban atau Ruwah. Tradisi ini merupakan simbol hubungan antara Tuhan Pencipta Jagad raya beserta seluruh isinya, leluhur dan sesama.
Tradisi ini di perkotaan biasanya hanya dilakukan dengan membersihkan dan nyekar di makam leluhur (ada guyonan, “Nyadran itu padha karo valentinan ya, padha ne memberikan bunga ke orang yang kita sayangi. Bedane kur bunga tabur karo bunga mawar utuh”). Namun di pedesaan, tradisi ini dilakukan, selain membersihkan makam leluhur, juga dengan melakukan doa bersama di makam yang dipimpin oleh Pak Kaum Desa (dusun). Setiap keluarga yang hadir dalam doa ini juga membawa makanan yang terdiri dari camilan, nasi, ayam ingkung serta lauk lainnya (biasanya tempe bacem, bakmi dll), krupuk dan buah (biasanya buah lokal). Selesai acara doa, dilanjutkan dengan makan bersama dengan saling bertukar makanan antar keluarga.
Tradisi nyadran ini juga dilakukan oleh warga Desa Jetis Kecamatan Selopampang Kabupaten Temanggung; sebuah desa yang terletak di lereng Gunung Sumbing. Tradisi nyadram di desa Jetis ini menjadi menarik adalah karena warga menggunakan tenong untuk membawa makanan.
Selama doa-doa dipanjatkan oleh Pak Kaum, ada orang-orang yang bertugas mengumpulkan makanan. Setelah terkumpul, makanan tersebut dikemas untuk kemudian dibagikan kepada tiap-tiap keluarga setelah doa selesai. Ya, jadi seperti acara kado silang.
Setelah pembagian selesai acara pun berakhir dan warga kembali ke rumah masing-masing.
Foto diambil tanggal 15 Juli 2011.
apik. ning kok ora ajak2. hehe
apik mas Asa! di dusunku nyadran, ya cuma nyekar di makam dan kenduren dan ini untuk semua warga dusun, siapapun dia, ya muslim, kristen, hindu budha.
@ vembri waluyas : lha ne ngabari ya ndadak je…wehehehe…tur situ ya mesti lagi sibuk banget
@Mas Pitoyo : kapan iki hunting bareng??